Jati Diri Pemuda Menghidupkan Kembali Era Peradaban Masa Lalu

Entah berapa banyak para pemuda kita sekarang yang menuntut ilmu keluar daerah. Tak terhitung pengorbanan yang ditukar demi mendapatkan cahaya-cahaya peradaban dari sosok pemuda. Harapan menggunung selalu menyertai pemuda serta menanti kepulangan mereka demi mewujudkan peradaban yang lebih baik dikampung halaman.
Dunia senantiasa berputar. Dunia pun menuntut kita menyesuaikan diri dengan fitrah penciptaan sang waktu, yakni menjadikan segala sesuatu menjadi lebih baik. Seperti itulah harapan besar kita kepada para pemuda. Di punggung mereka beban peradaban desa diletakkan. Baik atau buruknya desa mendatang, ada dalam genggaman mereka.
Pertumbuhan, kemajuan, perkembangan dan kesejahteraan masyarakat sebuah kota dan negara sangat identik dan paralel dengan perilaku, cara pandang dan visi pemuda. Di banyak peristiwa sejarah, kita terinspirasikan oleh kisah Muhammad Alfatih, Thoriq Ibn Ziyad, Usamah, Ali dan masih banyak lagi dari kisah yang lain. Pemuda dengan segala dimensinya merupakan energi baru yang menjadi mesin penggerak bagi keberlangsungan hidup sebuah masyarakat ke depan. Di punggung pemudalah harapan sebuah cita-cita besar itu diletakkan. Pemuda menjadi tumpuan bagi dan terhadap perubahan.
Sudah selayaknya, hakikat mencari ilmu bagi pemuda bukan sekedar berburu kekayaan, kekuasaan maupun status keren. Menempuh belajar di luar negeri jangan sampai hidup di luar negeri menjadikan pemuda terlena dari hakekat mencari ilmu. Sejatinya belajar adalah rangkaian untuk membuat pemuda siap menghadapi tantangan dunia. Tak sekedar siap, pemuda di tuntut pula membagi ilmu kepada orang-orang di sekelilingnya. Ini sebagai bukti komitmen pemuda kepada perubahan. Di tangan pemuda, perubahan menjadi mata rantai peradaban yang tidak pernah terputus.
Pemuda dengan tugas dan harapan yang diembankan oleh masyarakat itu semestinya memiliki kapasitas yang dibungkus dengan visi dan pandangan terhadap fenomena politik, ekonomi, sosial, budaya yang berkembang. Pemuda harus mampu membaca situasi yang berkembang pada 4 hal utama ini agar visi dan gerakan yang diimplementasikannya kedepan sarat nilai bagi perubahan dan kesejahteraan masyarakat itu sendiri.Perubahan yang bermakna kesejahteraan dan tidak merobek nilai-nilai dan prinsip ideologis yang dianutnya.
Sebelum Usia 20 tahun, banyak pemuda bertanya mengenai jati dirinya. Pertanyaan seperti “Ingin jadi apa diriku” selalu menghiasi pemikirannya. Ia pun berlomba-lomba mencari informasi yang bisa mewujudkan rasa kehausan mengenai jati dirinya. Dalam proses pencarian jati diri itu, pemuda dihadapkan kepada berbagai jenis kompetisi kehidupan. Sebuah zona kompetisi dimana mereka bukanlah manusia dalam buku. Zona kompetisi tersebut nyatanya tidak seperti yang mereka pelajari selama ini. Namun di zona inilah apa yang mereka pelajari bisa dibuktikan kebenaran dan manfaatnya.  Di zona kompetisilah mereka bisa membuktikan eksitensi mereka kepada dunia. Di zona kompetisi ini, pemuda dihadapkan kepada pilihan menjadi pemenang atau pecundang. Usai melewati zona kompetisi, selanjutnya pemuda memasuki zona Monitoring. Di zona ini, mereka akan mereview semua yang dikerjakannya. Mereka bisa berbagi dan mengajarkan pada generasi yang baru, tentang apa yang mereka ketahui sehingga mata rantai bernama “kebaikan” itu tidak lantas terputus. Walau terkadang ada juga beberapa pemuda merasa takut ilmunya dicuri atau berkurang apabila mengajarkan kepada orang lain. Namun hal tersebut tidak berlaku bagi pemuda yang memahami hakekat ilmu.
Apapun rangkaian zona yang dilalui pemuda, sepatutnya diharapkan kepada hasil yang terbaik. Ada dua kunci rahasia buat para pemuda yang sedang belajar agar memperoleh hasil yang terbaik, yakni :
1.       “Ittaqullah wa yuallimukumullah”
Mungkin sebagian besar dari pemuda tak asing dengan salah satu cuplikan ayat Al Qur’an ini. “Ittaqullah wa yuallimukumullah” itulah satu kalimat yang diyakini mampu meningkatkan motivasi tinggi dalam belajar dan berdakwah. Demikian petuah dari seorang guru.
2.       Cukupkanlah Allah Di hati Para Pemuda.
Untuk apa pemuda belajar, bagaimana ia menghiasi kehidupannya? Pertanyaan itu rasanya hanya disandarkan kepada Allah. Allah yang menetapkan tujuan kehidupan manusia dari awal dan akhir. Maka, pemuda perlu mempersiapkan diri menghadapi kehidupan agar tidak menuai kekecewaan. Keyakinan akan dicukupinya kehidupan pemuda oleh Allah, insyaAllah keajaiban akan datang dari arah yang tak disangka. Salah satunya kelapangan hati dalam menghadapi hidup sehingga bisa menikmati setiap proses yang ada. Semoga bermanfaat !!!
Pemuda hari ini adalah produk dari sebuah proses pendidikan yang dialami pada rentang waktu anak-anak dan usia remaja mereka. Maka visi pemuda sekarang seperti yang dituangkan oleh Gordon Dryden dalam bukunya itu,  hanya bermodalkan semangat dan aksi tanpa dibarengi oleh pemahaman yang benar tentang sebuah perubahan. Visi inilah yang kemudian mengantar kita ke tempat yang keliru.Wallohu a’lam bisshowab.

@Muh. Amiruddin Salem

Sumber :
Majalah Pendidikan PENA edisi 28 (Oktober-Desember 2013)